♠ Posted by Unknown in Smartphone at 02.15
Robot Oculus sibuk bermain game "Cut the Rope" di sebuah smartphone. Benda mekanik itu menggunakan dua "jari" berlapis karet untuk melakukan berbagai sapuan secara sangat presisi dan menghasilkan skor sempurna di setiap level.
Tapi Oculus, robot yang sejatinya dirancang untuk memindah-mindahkan komponen semikonduktor di pabrik itu, tak sedang bersenang-senang dengan game potong tali itu. Sebaliknya, ia tengah menguji respon dan "rasa" layar sentuh smartphone atas perintah sang pemiliknya, Intel.
Di samping Oculus, sebuah kamera Red yang biasanya dipakai untuk produksi film Hollywood merekam gambar pengujian dengan kecepatan 300 frame per detik. Perangkat lunak kemudian dipakai untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan sebuah perangkat gadget untuk bereaksi terhadap input dari Oculus.
Game puzzle "Cut the Rope" memang sangat mengandalkan sapuan jari dan waktu yang tepat untuk memotong tali dan mengirim permen ke tokoh monster cilik pemakan manisan bernama Om Nom.
Data dari pengujian tersebut lantas dikonversi menjadi nilai tertentu, berdasarkan hasil uji psikologi kognitif yang menentukan seperti apa "respon" yang disukai pengguna dari sebuah panel layar sentuh.
"Kami bisa memprediksi dengan tepat apakah sebuah perangkat memberikan pengalaman yang baik pada penggunanya atau tidak," ujar Matt Dunford, manajer user experience di Intel, sebagaimana dikutip dari MIT Technology Review.
Intel tak merinci karakteristik layar sentuh yang dinilai baik, tapi Eddie Raleigh, insinyur yang ikut membangun Oculus, mengatakan bahwa layar sentuh berkualitas harus memberikan respon dalam waktu hanya 10 milidetik.
Ketika pengguna beralih memakai pena stylus, respon perangkat harus lebih gesit lagi. "Orang-orang terbiasa memakai pensil dan pulpen, jadi (responnya) harus sangat cepat, tak lebih dari satu milidetik," jelas Raleigh.
Raleigh menambahkan bahwa cara interaksi pengguna yang berbeda-beda juga bisa diprogram ke dalam robot, untuk menyesuaikan pengujian dengan kebiasaan masing-masing orang. "Kami bisa meniru pengguna awam yang agak lambat dan orang yang bernavigasi dengan sangat cepat," katanya.
Teknologi Intel ini terdengar canggih, namun pabrikan itu boleh jadi bukan satu-satunya yang melakukan pengujian tersebut.
Jason Huggins, pendiri dan chief technology officer di Sauce Labs, perusahaan penyalir aplikasi pengujian untuk ponsel dan situs web, mengatakan bahwa Oculus memiliki "saudara" di berbagai tempat lain.
"'Samsung, LG, dan Apple masing-masing mempunyai peralatan tersebut. Hanya saja, mereka tak mengunungkapkannya karena takut diketahui oleh kompetitor," ujar Huggins. Dia berharap robot-robot macam Oculus bisa dijangkau oleh kalangan yang lebih luas, terutama para pengembang aplikasi yang bisa memperoleh manfaat besar dari data pengujian seperti ini.
"Kita harus memikirkannya karena software tak lagi terperangkap di dalam komputer, di balik keyboard dan mouse," kata Huggins. "(Perangkat-perangkat layar sentuh dan wearable device) Ini mengandalkan bola mata dan jari-jari pengguna, jadi kita harus membuat mata dan jari versi robot."
Tapi Oculus, robot yang sejatinya dirancang untuk memindah-mindahkan komponen semikonduktor di pabrik itu, tak sedang bersenang-senang dengan game potong tali itu. Sebaliknya, ia tengah menguji respon dan "rasa" layar sentuh smartphone atas perintah sang pemiliknya, Intel.
Di samping Oculus, sebuah kamera Red yang biasanya dipakai untuk produksi film Hollywood merekam gambar pengujian dengan kecepatan 300 frame per detik. Perangkat lunak kemudian dipakai untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan sebuah perangkat gadget untuk bereaksi terhadap input dari Oculus.
Game puzzle "Cut the Rope" memang sangat mengandalkan sapuan jari dan waktu yang tepat untuk memotong tali dan mengirim permen ke tokoh monster cilik pemakan manisan bernama Om Nom.
Data dari pengujian tersebut lantas dikonversi menjadi nilai tertentu, berdasarkan hasil uji psikologi kognitif yang menentukan seperti apa "respon" yang disukai pengguna dari sebuah panel layar sentuh.
"Kami bisa memprediksi dengan tepat apakah sebuah perangkat memberikan pengalaman yang baik pada penggunanya atau tidak," ujar Matt Dunford, manajer user experience di Intel, sebagaimana dikutip dari MIT Technology Review.
Intel tak merinci karakteristik layar sentuh yang dinilai baik, tapi Eddie Raleigh, insinyur yang ikut membangun Oculus, mengatakan bahwa layar sentuh berkualitas harus memberikan respon dalam waktu hanya 10 milidetik.
Ketika pengguna beralih memakai pena stylus, respon perangkat harus lebih gesit lagi. "Orang-orang terbiasa memakai pensil dan pulpen, jadi (responnya) harus sangat cepat, tak lebih dari satu milidetik," jelas Raleigh.
Raleigh menambahkan bahwa cara interaksi pengguna yang berbeda-beda juga bisa diprogram ke dalam robot, untuk menyesuaikan pengujian dengan kebiasaan masing-masing orang. "Kami bisa meniru pengguna awam yang agak lambat dan orang yang bernavigasi dengan sangat cepat," katanya.
Teknologi Intel ini terdengar canggih, namun pabrikan itu boleh jadi bukan satu-satunya yang melakukan pengujian tersebut.
Jason Huggins, pendiri dan chief technology officer di Sauce Labs, perusahaan penyalir aplikasi pengujian untuk ponsel dan situs web, mengatakan bahwa Oculus memiliki "saudara" di berbagai tempat lain.
"'Samsung, LG, dan Apple masing-masing mempunyai peralatan tersebut. Hanya saja, mereka tak mengunungkapkannya karena takut diketahui oleh kompetitor," ujar Huggins. Dia berharap robot-robot macam Oculus bisa dijangkau oleh kalangan yang lebih luas, terutama para pengembang aplikasi yang bisa memperoleh manfaat besar dari data pengujian seperti ini.
"Kita harus memikirkannya karena software tak lagi terperangkap di dalam komputer, di balik keyboard dan mouse," kata Huggins. "(Perangkat-perangkat layar sentuh dan wearable device) Ini mengandalkan bola mata dan jari-jari pengguna, jadi kita harus membuat mata dan jari versi robot."
0 comments:
Posting Komentar